Sabtu, 22 Oktober 2011

Pada masa dahulunya, bumi diciptakan untuk tempat tinggal manusia. Sebagai tempat berpijak dan bernaung bagi kaki-kaki itu. sebagai sumber daya yang menyerahkan jagadnya pada tangan-tangan manusia. Dengan menaruh harap agar ia akan dilindungi dan dijaga oleh para titisan Adam yang mengelana bebas di bumi tersebut.

Dulu, manusia berpihak pada alam. Mereka sangat mencintai bumi dan semestanya. Menaruh apresiasi pada seluruh makhluk dan benda yang diciptakan Tuhan untuk mereka. Hidup saling berdampingan, dan menjaga eksistensi dari euforia yang merupakan surga dunia ini.

Hingga akhirnya mereka berkhianat.

Era berevolusi, dan manusia menjadi makin sangsi. Mereka mulai menggerogoti bumi, tak ada lagi yang peduli. Dihancurkannya alam itu, dirusaknya keindahan itu. Terus dan terus, mereka mendekatkan dunia ini pada kehancuran. Hingga akhirnya ia mencapai titik kejengahannya.

Tahun 2013, terjadilah tragedi kiamat kedua di dunia.

Sebuah bencana terbesar kedua setelah tragedi punahnya dinosaurus. Yang mana menghancurkan sembilan persepuluh bagian dari bumi. Menyisakan segelintir manusia di tengah kondisi alam yang mati. Di tengah keadaan terlunta itu mereka merenung, berpikir atas dosa masa lalu yang mereka lakukan pada eranya.

kemudian manusia-manusia pilihan itu membangun kembali peradaban mereka. Dengan kembali berpedoman pada rasa cinta akan alam semesta. Dan di tengah perjalanan waktu, terkuaklah sebuah harta terpendam yang telah terkubur ribuan tahun lamanya. Sebuah sumber kekuatan yang begitu murni, tak akan pernah bertolak belakang dengan gradien alam. Ialah sebuah energi yang mampu bersinkronisasi dengan tubuh manusia. Datang kembali menghampiri peradaban.

Ialah... sihir.

Namun kisah ini tidak akan bercerita tentang masa penemuan dan pengamalan energi abstrak tersebut, melainkan akan melangkah beberapa masa setelah dunia ini kembali berputar dengan stabil. Dengan peradaban manusia yang didampingi oleh kekuatan sihir sebagai sebuah kewajaran, atau sebuah hak milik dan kewajiban mutlak. Sebuah kisah sempit mengenai sisi gelap hati manusia, dengan kolaborasi anggunnya bersama sihir.

Maka setelah membaca kisah ini, akankah kau masih bisa percaya pada manusia?



Dark Resonance

Ladelle Town, Millenium Century 2338...


Silau. Kuawali hariku dengan alarm jam cahaya di sebelah kasurku. Jam beker? Tidak, ini bukan benda purba masa lalu. Di era ini kami telah menemukan jam alarm yang lebih efisien dan fleksibel. Kau tahu, jam weker masa lalu itu suaranya sangat nyaring, dan ia butuh paling tidak sebuah baterai sebagai sumber penggerak jamnya. Bandingkan dengan alarm cahaya ini, ia menimbulkan reaksi cahaya, tepat menusuk matamu hingga kau dapat bangun tanpa rasa kantuk. Dan bahkan ia tak membutuhkan baterai, tinggal lepaskan saja kekuatan sihirmu sedikit pada benda ini.

Bicara tentang sihir, aku tidak akan menjelaskannya lagi. Kalian sudah mendapatkan penjelasannya pada prolog di atas, oke? Jadi jangan tanyakan apa pun lagi padaku. Kecuali kalau kalian ingin tahu berbagai hal tentangku.

Namaku Mile, pemuda keren dengan mata emerald dan rambut perak. Wajahku imut dan tampan seperti Hitsugaya Toushirou, tokoh fiktif di anime masa lalu yang judulnya Bleach. Oh, sayangnya aku tidaklah cebol teman-teman. Tinggiku ini masih masuk standart siswa BBS. Bukan, bukan DDS yang konon singkatan dari Dan Detective School itu. BBS artinya biasa-biasa saja.

...Oke-oke, aku bukan orang yang suka berbohong. Jadi mari kita katakan bahwa aku hanyalah orang yang biasa-biasa saja. Hanya seorang bocah yang sangat terobsesi pada game dan anime masa lampau. Bahkan pretasiku di sekolah sihir bukan termasuk yang baik. Sihirku seringkali salah sasaran. Tidak gagal, hanya salah sasaran. Baiklah, cukup perkenalannya. Enak saja kalian membuatku terus menjelek-jelekkan diri begini!

Hampir aku lupa, aku harus cepat berangkat ke sekolah! Kalian bertanya sekolah macam apa yang mau menerima murid sepertiku? Hey, yang benar saja! Perlu kalian tahu ya, aku ini siswa dari Croxz Academy. Perguruan sihir megah yang bangunannya seluas Hogwards, prestasi muridnya sehebat perguruan Hakuoh, dan punya bukit belakang sekolah seperti sekolah di salah satu serial ternama masa lampau. Doraemon, bila kalian merasa tak cukup purba untuk mengingat nama anime tersebut.

Masalahnya, kurasa standart sekolah itu terlalu tinggi menurutku. Kenapa aku masih saja ngotot di sekolah itu? Tentu karena ada sebuah alasan. Dan itu rahasia, kalau kau mau tahu.

Ah, sudahlah. Lebih baik aku melakukan teleport supaya bisa cepat sampai ke sekolah. Caranya? Mudah, tinggal konsentrasikan kekuatan sihir kalian dan bayangkan tempat yang akan dituju.

Sekolah... sekolah....

Dan voila! Dalam sekejap aku telah tiba di dalam Croxz Academy.

.......

...Ya, tepat di puncak menara sekolahnya.

Oh, tidak. Tak ada tempat berpijak kecuali sebuah tiang yang cukup kuat untuk kugelayuti. Dengan tinggi menara puluhan meter begini, bagaimana caraku turun ke bawah? Ah tidak,

Bagaimana caranya aku bertahan hidup?

Dan beberapa menit kemudian kalian dapat menyaksikan pemandangan memilukan sekaligus memalukan, di mana aku terpaksa diselamatkan oleh para pengawas sekolah yang kurasa lebih cocok untuk bekerja sebagai pemadam kebakaran. Dan hari ini aku terlambat masuk ke kelas, lagi.

“Terlambat lagi, Mile?” Benar saja. Inilah neraka keduaku di pagi ini: berhadapan dengan Ms. Cattleya ketika masuk kelas.

Perlu kalian tahu bahwa orang ini luar biasa galaknya. Ia guru yang hebat, kuakui itu. Dan ia cukup cantik. Namun sayangnya sifatnya itu luar biasa kejam nan sadis, hingga ia masih menjadi ‘nona’ di umurnya yang sudah menginjak kepala tiga itu.

Maka aku tak perlu menjawab pertanyaannya lagi, cukup menerima hadiah darinya dengan berat hati. Coba kutebak, kali ini apa ya? Serbuk pembuat bersin? Apel beracun? Flame thrower? Oiroke no jutsu(?)?

Haloo, tapi tolong jangan anggap aku berlebihan. Orang ini bahkan bisa menggunakan sihirnya seperti model oversoul dari anime jadul Shaman King dan melakukan jurus Chuuka Zanmai atau pun Shinku Buddhagiri dan bahkan Mososo Kuruppe dengan berbekal sebuah tongkat shir rapuh dari kayu pinus itu. Jadi tidaklah aneh bila aku takut.

Dan hasilnya adalah... serbuk pembuat gatal. Sial, tapi kurasa itu lebih baik daripada terkena sabetan Hitten Mitsurugi seperti yang dari Samurai X.

Selama sepuluh menit aku menggeliat di depan kelas, membuat teman-temanku tertawa. Sial, mereka pikir aku ini sedang menari apa? Sangat mengherankan memang. Kenapa orang-orang itu suka sekali bila melihat orang lain menderita ya?

Sial.

Namun umpatanku tertunda ketika secara tak sengaja aku bertemu pandang dengan salah seorang teman sekelasku. Ya, yang duduk paling depan di dekat jendela itu. Irish namanya. Mata ametisnya terus memandang ke arahku. Dengan rambut ivory panjang yang berombak, sangat cocok untuk membingkai wajah moleknya. Berbeda dengan siswa-siswi lain yang tawanya meledak, ia hanya tersenyum geli.

Sayangnya ia tersenyum karena tingkahku yang memalukan. Oh terimakasih wahai Ms Cattleya, kau hancurkan sudah harga diriku yang sebenarnya nyaris tak ada ini.

Sedikit cerita tentang Irish, ia adalah seorang calon top class mage. Kemampuan sihirnya setara dengan Tabitha dari manga jadul Zero no Tsukaima. Sedangkan kepandaiannya bahkan melebihi detektif sma masa lampau yang namanya Shinichi Kudo atau biasa dikenal sebagai bocah SD bernama Conan. Wajahnya semolek Kamichama Karin dan sifatnya anggun dan lembut seperti Fuyuka Kudou yang dari Inazuma Eleven itu. Ya, dia sangat sempurna. Fansnya saja sampai bejibun begitu. Dan jujur saja, aku menyukai gadis itu. Sayangnya harapan cintaku jelas nol persen. Bicara saja kami tak pernah.

Hukumanku berlalu dan pelajaran berhembus dengan cepatnya, menyisakan bel tanda istirahat mulai berkoar. Mengapa bukan berdenting saja karena bunyinya memang seperti itu. Mungkin aneh bagi kalian, tapi wajar bagiku.

Tidak perlu kuhitung mundur, beberapa orang mulai mengerumuni bangku Irish. Penggemarnya, yah seperti biasa.

“Tidak ingin ikut ke barisan fans, tuan-secret-admirer?” tanya Daisy, salah satu sahabat lekatku. Ia memang perempuan, tapi luarnya saja . Aslinya ia itu tomboy sekali.

“Tentu saja tidak. Tuan secret admirer tidak akan menunjukkan dirinya di depan sang pujaan hati,” sahut Lotus. Sahabat sekaligus saingan berkelahiku yang cukup menyebalkan. Berbeda dengan penampilannya yang kukuh, ia sangatlah banyak bicara. Andai saja ia diberkahi sedikit sifat girly, aku yakin ia akan jadi waria yan sukses.

Kami bertiga berbincang, sesekali berdebat dengan akrabnya. Mungkin bila dilihat hubungan kami bertiga ini mirip trio sahabat dari game abad 21 yang judulnya Kingdom Hearts. Daisy punya karakter kuat seperti Kairi, sedangkan Lotus memang tidak sekeren Riku, tapi mereka sedikit mirip. Dan tentunya aku jadi Sora.

Kenapa, ada yang protes?

“Hei, katanya pembunuh berantai itu beraksi lagi!” ucap Daisy, dengan wajah penuh antusias. Halo? Siapa itu pembunuh berantai?

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 The Risen Dimension. Design by Wordpress Themes.

Themes Lovers, Download Blogger Templates And Blogger Templates.